Endometriosis Berawal dari Nyeri Haid

Diperkirakan 10 persen perempuan produktif di Indonesia menderita endometriosis. Tapi, jarang sekali perempuan menyadarinya sehingga terlambat diberi pertolongan.

Gangguan haid berupa nyeri yang terjadi pada wanita seringkali dianggap enteng. Alih-alih mengunjungi dokter, obat pereda sakit atau minuman untuk mengatasi kram perut sering dipilih untuk menangani rasa nyeri yang melanda. Padahal, rasa nyeri ketika haid merupakan gejala utama dari endometriosis. Risiko endometriosis pun tak main-main, yaitu infertilitas yang menyebabkan perempuan sulit mendapatkan keturunan.



“Pada kasus endometriosis yang berat, haid jadi sakit. Keluhan pasien yang menderita endometriosis adalah nyeri ketika haid dan sulit punya anak,” tegas dr. Herbert Situmorang SpOG. , pakar endoskopi ginekologi dari RSIA YPK Mandiri . Karenanya Herbert mengingatkan jangan sampai Anda mengabaikan sakit haid. Baik yang terjadi pada diri sendiri atau anak perempuan Anda.

Apalagi menurut Herbert, kebanyakan penderita endometriosis terlambat mengetahui penyakitnya. Biasanya mereka datang setelah endometriosis sudah menjalar ke organ tubuh lainnya. Jika kasusnya sudah berat, akan sangat membahayakan juga membuat pengidapnya menderita lahir dan batin.

“Penyakit ini membawa stressor yang sangat tinggi  (memicu stres, Red.) untuk wanita. Bagi yang belum menikah, nyerinya tak jarang mengganggu kuliah dan sekolah. Apalagi sudah menikah, selain nyeri juga ditambah tekanan tidak punya anak,“ jelas Herbert.

Gagal Diserap

Endometriosis disebabkan oleh jaringan endometrium atau selaput lendir rahim bagian dalam yang setiap bulan luruh menjadi darah haid. Darah yang luruh ini seharusnya hanya keluar lewat vagina dan sebagian kecil darah “tumpah“ melalui saluran telur ke dalam rongga abdomen atau rongga perut. “90 persen wanita mengalami ini,“ tambah Herbert.

Seharusnya tubuh bisa menyerap darah yang luruh ini. Namun beberapa hal seperti faktor genetik dan faktor lingkungan menyebabkan turunnya kemampuan sistem pertahanan tubuh. Sehingga darah tidak diserap secara maksimal. Akibatnya, tidak semua darah luruh melalui vagina, sebagian justru tumpah melalui saluran telur ke rongga perut atau tempat-tempat lain yang tidak semestinya.

Memasuki periode haid selanjutnya, darah yang masuk ke rongga perut pun ikut luruh dan mengendap di tempat. Jika sudah menempel di indung telur, darah akan terkumpul dan lama-lama membentuk kista.

Perlengketan ke Usus


Endometriosis tidak hanya berhenti pada kista. Pada kasus yang lebih berat, endometriosis mengakibatkan perlengketan ke usus dan organ panggul lainnya. Inilah yang disebut Deep Infiltrating Endometriosis  atau endometriosis lesi dalam.

“Pada tingkat ini, terjadi infiltrasi (perembesan) yang lebih dalam. Tidak hanya di permukaan yang mengakibatkan bercak atau di indung telur yang menyebabkan kista, tapi juga masuk ke organ lain. Bisa ke kantung kemih, usus, bisa juga sampai ke vagina. Dan itu akan menimbulkan keluhan yang lain seperti nyeri saat buang air kecil, saat penetrasi, atau saat buang air besar,” urai Herbert.

Endometriosis lesi dalam memang masih terbilang baru di dunia kedokteran, padahal pengidapnya telah mencapai angka yang tinggi, yaitu 10-15 persen wanita usia produktif. Itu pun masih bertambah mengingat tidak semua wanita segera mengunjungi dokter ketika merasa gejala-gejala tersebut.

Operasi Minim Sayat


Sebelumnya, proses penyembuhan hanya sampai pada penanganan bercak dan kista, karena pengangkatan endometriosis lesi dalam secara teknik memang lebih sulit. Dalam seminar “Live Advance Minimal Invasive Surgery pada Deep Endometriosis “ yang diadakan atas kerjasama Indonesian Gynecological Endoscopy Society  (IGES) dan German Gynecological Endoscopy Society  (AGE) di Pusat Pelayanan Endoskopi Ginekologi RSIA YPK Mandiri (14/11), diperkenalkan minimal invasive surgical treatment  alias operasi minim sayatan.

“Keuntungan dari teknik ini adalah melihat langsung dalam perut melalui kamera dan alat-alat yang sangat kecil, sehingga kita bisa mendapatkan visualisasi yang lebih bagus untuk mendeteksi endometriosis bercak, kista, atau lesi dalam dengan lebih baik. Selain itu pengangkatan penyakitnya dapat dilakukan dengan lebih presisi karena kita tahu persis letaknya di mana,” papar dr. Wahyu Hadisaputra, SpOG. , selaku presiden IGES.

Visualiasi yang baik dari minimal  invasive surgery  ini berasal dari kamera yang mampu menggambarkan dengan 5 kali pembesaran. Di samping itu, alat-alat kecil yang digunakan mempermudah akses pada daerah-daerah yang sulit dijangkau.

Jika dibandingkan dengan operasi konvensional dan terapi medis, operasi minim sayatan ini lebih unggul karena dapat meminimalisasi kemungkinan kambuh dan pelengketan pada pasien. Sementara dari sisi estetika, teknik ini hanya meninggalkan 3 titik yang berukuran 10 mm dan 5 mm.

Minimal invasive surgical treatment  yang saat ini sedang dikembangkan, dianggap sebagai standar terbaik dalam meringankan endometriosis. “Sampai sekarang penanganan yang paling memuaskan itu belum ada, karena belum ada terapi yang menjamin endometriosis tidak akan kambuh lagi. Tapi, inilah standar yang paling bagus. Penanganan ini pun masih terus diteliti oleh para praktisi laparoskopi,” pungkas Herbert.

Dari segi harga, operasi ini memang membutuhkan biaya yang lebih tinggi, mengingat alat-alat yang digunakan masih terhitung jarang dan mahal. “Tapi, operasi ini membutuhkan biaya rawat inap yang lebih kecil karena proses penyembuhan yang lebih pendek. Selain itu juga tidak perlu obat penghilang nyeri. Jadi jika dihitung dengan keuntungan yang diperoleh, sebenarnya tidak berbeda jauh. Saya pikir ini akan menguntungkan buat pasien,” tambahnya.

Waspada Infertilitas


Tingkat nyeri pada endometriosis, menurut dr. M. S. Nadir Chan SpOG (K), Spesialis Obstetri & Ginekologi RSIA YPK Mandiri, tidak menunjukkan tingkat beratnya penyakit. “Itu tergantung pada letak kerusakan syaraf nyeri. Jika langsung mengenai sensorik, meskipun sakitnya ringan, tapi akan terasa nyeri. Sebaliknya jika endometriosis sudah sangat dalam, namun syarafnya tidak kena, tidak akan terasa nyeri,” paparnya.

Oleh karena itu, dr. Herbert Situmorang SpOG, menekankan pentingnya diagnosis dini, mengingat akibat yang cukup fatal jika penanganan ditunda terlalu lama. “Dengan diagnosis dan terapi lebih dini, maka kerusakan yang ditimbulkan di dalam dapat diminimalkan. Berbeda jika penyakitnya sudah menyebar, dengan operasi pun kemungkinan timbulnya lagi sangat tinggi. Kerusakan organ kandungan itu dapat menyebabkan kesulitan memiliki anak. Untuk bayi tabung pun, kemungkinan keberhasilan pada pasien endometriosis lebih rendah dan dampaknya lebih banyak. Maka kenali lebih dini, jika mulai sakit haid, segera periksa,” papar Herbert.

Pasalnya, begitu banyak jalur yang dapat terganggu akibat dari endometriosis ini. Mulai dari saluran tuba yang mengempis, cairan dalam rongga perut yang mengandung darah, ketidakramahan terhadap sperma dan sel telur, hingga proses pengambilan sel telur yang terganggu. “Banyak tahapan kehamilan normal yang terhambat karena endometriosis ini,” pungkas dr. Herbert.

Lima Pemicu Endometriosis

1 Dioksin
Beberapa penelitian menunjukkan zat-zat kimia yang berbahaya dan beracun seperti dioksin ditengarai memicu kerusakan sistem imun yang berfungsi membersihkan darah haid. Dioksin banyak terkandung dalam makanan olahan yang menggunakan plastik.

2 Polusi Udara
Data menunjukkan tingkat penderita endometriosis di negara-negara yang kegiatan industri dan polutannya sedikit, cenderung rendah. Sehingga karbon monoksida diduga sebagai salah satu pemicu endometriosis.

3 Genetik
Faktor genetik adalah salah satu pemicu endometriosis. Jika ada ibu, nenek, atau saudara perempuan mengidapnya, maka kemungkinan terkena endometriosis semakin tinggi. Jepang sebagai negara dengan polutan yang rendah dibanding Cina, memiliki angka endometriosis yang sangat tinggi karena faktor genetik yang kuat.

4 Faktor Usia
Endometriosis terjadi pada wanita usia produktif. Semakin panjang waktu sejak menarche (usia awal haid), kemungkinan terkena endometriosis lebih tinggi dibandingkan usia remaja. Endometriosis banyak terjadi pada wanita berusia 20-30 tahun.

5 Jumlah Darah
Semakin banyak darah yang keluar ketika haid, kemungkinan timbul endometriosis semain tinggi karena berpengaruh pada jumlah darah yang tumpah ke rongga panggul. (tabloid nova)