Tanah Liat , Kok Dimakan???

Keinginan yang sangat besar untuk makan tanah liat atau disebut geophagy, ternyata kebiasaan yang sudah lama ada. Meski kebiasaan ini tak lazim, tetapi ternyata mempunyai efek positif bagi pencernaan. Geophagy biasanya sering dialami oleh perempuan di awal masa kehamilannya atau pada anak-anak. Setelah diteliti ternyata tanah liat atau lempung tersebut memiliki efek menyamankan perut dan membantu melindungi pelakunya dari virus dan bakteri.

"Tanah liat juga bisa mengikat hal yang berbahaya seperti mikroba, patogen dan virus. Sehingga lempung yang dimakan itu bisa menjadi semacam pelindung, semacam masker lumpur untuk usus kita," kata Sera Young dari Cornell University, New York, AS, yang meneliti mengenai geophagy ini.

Ia menjelaskan, kebiasaan makan lempung ini biasanya dimiliki oleh orang yang tinggal di area tropis dan hangat. Kebiasaan ini banyak dimiliki orang dari berbagai negara, meski sebagian besar orang yang punya kebiasaan aneh ini tidak pernah mengakuinya.

Beberapa hipotesa telah dibuat untuk memahami mengapa ada orang-orang yang hobi makan yang tidak lazim, tetapi belum ada satu kesimpulan bulat mengenai hal ini.

Salah satu teori menyebutkan, keinginan makan tanah atau hal lain yang tak lazim mungkin disebabkan karena anemia atau malnutrisi. Namun, ketika pasien tersebut diberi suplemen zat besi atau mineral, hobi makan yang tak lazim itu tetap ada.

Dalam penelitian yang dilakukan Young, diketahui primata dan mamalia lain juga memiliki kebiasaan yang sama. "Karena hewan biasanya fokus pada survival maka kebiasaan ini pasti punya alasan kuat," katanya.

Untuk menguji teori-teori yang ada, Young dan timnya menganalisa literatur antropologi dan sejarah untuk mengetahui prevalensi geophagy dari seluruh dunia.

Ternyata, keinginan yang kuat untuk makan tanah ini banyak dialami oleh ibu hamil dari berbagai belahan dunia. Misalnya saja di Tanzania dan negara Afrika lain, 30-60 persen ibu hamil pernah makan tanah atau kotoran lain.

Sementara itu di Denmark, secara nasional ditemukan 0,01 persen ibu hamil yang memiliki keinginan serupa. Sementara itu di AS, prevalensi pica (kebiasaan makan benda-benda) sekitar 20-40 persen.

Ternyata kebiasaan makan tanah liat ini memang berkaitan dengan manfaat untuk melindungi diri. "Ibu hamil dan anak-anak yang makan tanah liat mayoritas adalah mereka yang paling rentan pada penyakit infeksi. Keinginan makan tanah ini timbul ketika jumlah patogen meningkat, terutama saat iklim sedang hangat," katanya.

Dalam percobaan pada kelinci dan tikus, para peneliti menemukan tanah lempung akan bertindak seperti pelindung yang mencegah masuknya virus dan bakteri di usus. Selain itu, tanah lempung ini akan meningkatkan penyerapan nutrisi, yang sangat diperlukan di masa kehamilan dan anak-anak.

Manfaat tanah liat untuk pencernaan sebenarnya bukanlah isu baru. Sebuah perusahaan farmasi pernah memproduksi obat antidiare yang terbuat dari tanah liat. Namun perusahaan itu berhenti memproduksi obat itu karena ada isu tanah liat terkontaminasi logam berat.(foxnews, kompas)

Rambut Rontok, Bisa Jadi Karena Anemia

Seseorang disebut anemia bila ia memiliki jumlah darah yang rendah. Lebih tepatnya, tanda-tanda anemia terlihat pada orang yang memiliki jumlah darah yang rendah, terutama pada komponen yang disebut hemoglobin. Anemia dapat dipicu stres, faktor keturunan atau gangguan lainnya. Yang terpenting adalah untuk mengidentifikasi tanda-tanda anemia dan segera mencari tahu penyebabnya.

Anemia sering menjadi gejala dari penyakit serius lainnya seperti penyakit kuning, kanker atau HIV/Aids. Berikut adalah beberapa tanda yang menunjukkan bahwa Anda mengalami anemia, seperti dilansir Boldsky.

1. Bagian dalam kelopak mata berwarna pucat

Sangat mudah untuk mendeteksi anemia dengan melihat mata. Ketika Anda meregangkan kelopak mata dan memperhatikan bagian bawah mata. Anda akan melihat bahwa bagian dalam kelopak mata berwarna pucat.

2. Kelelahan

Jika Anda merasa lelah sepanjang waktu selama satu bulan atau lebih, bisa jadi Anda memiliki jumlah sel darah merah yang rendah. Pasokan energi tubuh sangat bergantung pada oksidasi dan sel darah merah Semakin rendah sel darah merah, tingkat oksidasi dalam tubuh ikut berkurang.

3. Mual

Mereka yang menderita anemia seringkali mengalami gejala morning sickness atau mual segera setelah mereka bangun dari tempat tidur.

4. Sakit kepala

Orang yang mengalami anemia sering mengeluh sakit kepala secara terus-menerus. Kekurangan darah merah membuat otak kekurangan oksigen. Hal ini sering menyebabkan sakit kepala.

5. Ketika ditekan ujung jari berwarna putih atau pucat

Ketika Anda menekan ujung jari, daerah itu akan berubah jadi merah. Tetapi, jika Anda mengalami anemia, ujung jari Anda akan menjadi putih atau pucat.

6. Sesak napas

Jumlah darah yang rendah menurunkan tingkat oksigen dalam tubuh. Hal ini membuat penderita anemia sering merasa sesak napas atau sering terengah-engah ketika melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan.

7. Palpitasi

Palpitasi adalah istilah medis untuk denyut jantung tidak teratur, terlalu kuat atau memiliki kecepatan abnormal. Ketika tubuh mengalami kekurangan oksigen, denyut jantung meningkat. Hal ini menyebabkan jantung berdebar tidak teratur dan cepat.

8. Pucat

Jika Anda mengalami anemia, wajah Anda akan terlihat pucat. Kulit juga akan menjadi putih kekuningan.

9. Rambut rontok

Rambut rontok bisa menjadi gejala anemia. Ketika kulit kepala tidak mendapatkan makanan yang cukup dari tubuh, Anda akan mengalami penipisan rambut dengan cepat.

10. Penurunan kekebalan tubuh

Ketika tubuh Anda memiliki energi yang sangat sedikit, kekebalan atau kemampuan tubuh untuk melawan penyakit ikut menurun. Anda akan mudah jatuh sakit atau kelelahan.

Inilah sepuluh gejala anemia yang perlu diwaspadai. Anemia bukan penyakit sepele yang bisa Anda abaikan. Jadi, pastikan Anda selalu menjaga asupan makanan Anda untuk menjaga kesehatan tubuh.(merdeka)

Kurang Tidur Picu Diabetes!

Lagi-lagi sebuah riset terbaru kembali menunjukkan hubungan antara kurang tidur dan risiko diabetes. Dalam penelitiannya, para ilmuwan dari Brigham and Women Hospital di Boston menemukan, jadwal tidur yang tidak konsisten atau kurang tidur dapat meningkatkan resiko obesitas dan diabetes tipe 2.

Dalam kajiannya, Peneliti memantau 21 orang sehat, yang semuanya tinggal di laboratorium tidur selama hampir enam minggu, di mana siklus tidur, pola makan dan kegiatan semuanya dikontrol oleh peneliti.

Temuan menunjukkan, peserta yang hanya diperbolehkan tidur sekitar enam jam semalam dan mengalami pergeseran siklus tidur/bangun memiliki tingkat gula darah yang lebih tinggi dan proses metabolisme cenderung melambat.

"Tingkat glukosa yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama pada beberapa peserta bisa meningkat menjadi prediabetes," ungkap peneliti. Temuan ini dipublikasikan pada 11 April 2012 dalam jurnal Science Translational Medicine.

"Ada banyak hal yang berperan terkait hubungan antara kurang tidur dan obesitas atau kegemukan," kata Dr Vivian Fonseca, kepala endokrinologi dari Tulane University School of Medicine, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Fonseca mengatakan, studi terbaru ini menunjukkan bahwa kadar hormon dalam tubuh seseorang cenderung mengalami perubahan akibat kurang tidur. Hal ini bisa membantu menjelaskan kenapa mereka yang kurang tidur sangat rentan mengalami obesitas.

Tidur dan gula darah

Dalam studi tersebut, peneliti melakukan tes darah untuk mengukur beberapa kadar hormon, termasuk insulin, kortisol (yang berhubungan dengan stres), dan leptin dan ghrelin (yang berhubungan dengan mengatur nafsu makan).

Mereka menemukan bahwa jadwal tidur terganggu menyebabkan penurunan 32 persen jumlah insulin yang dilepaskan di dalam tubuh setelah makan. Insulin adalah hormon kunci dalam regulasi gula darah.

"Penurunan kadar insulin adalah salah satu penjelasan bagaimana gangguan atau kurang tidur dapat menyebabkan diabetes," kata Lisa Rafalson, seorang profesor pediatri dan kedokteran keluarga dari University at Buffalo.

Rafalson mengungkapkan, peningkatan hormon stres yang selalu membuat tubuh terjaga dapat menimbulkan ketidakseimbangan hormon.
"Insulin tidak dapat melakukan tugasnya secara efisien, sehingga Anda akhirnya mendapatkan glukosa berlebih yang tersisa dalam aliran darah," katanya.

Sementara dalam temuan terbaru ini, peneliti tidak melihat adanya perubahan tingkat hormon gheriln (yang meningkatkan nafsu makan) pada peserta yang kurang tidur. Padahal beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan, kurang tidur dapat menyebabkan tingkat yang lebih tinggi hormon ghrelin dan leptin yang lebih rendah.

Terkait temuan ini, Fonseca mengatakan, para peneliti perlu mencari tahu apakah ada solusi untuk mencegah kenaikan risiko diabetes selain dengan tidur lebih banyak.

"Kenyataannya adalah banyak orang yang kurang tidur karena pekerjaan mereka. Kita perlu mengidentifikasi apakah ada hal lain yang bisa mereka lakukan untuk memperbaikinya," katanya. (Sumber : FOX NEWS, Kompas)

Tidur Makin Kurang, Badan Makin Melar

Kurang tidur tidak hanya dapat menurunkan kekebalan tubuh seseorang, tetapi juga berkontribusi membuat tubuh jadi gemuk alias obesitas. Penelitian para ahli dari Mayo Clinic in Rochester, Minnesota Amerika Serikat menemukan, mereka yang tidak cukup tidur cenderung mengonsumsi lebih banyak kalori sehingga cenderung lebih mudah menjadi gemuk.

Ini merupakan hasil kajian terhadap 17 pria dan wanita muda sehat yang diteliti selama delapan malam. Setengah dari peserta diketahui masuk dalam kelompok yang mendapatkan waktu tidur normal (kelompok kontrol) sementara separuh lainnya hanya mendapat dua pertiga dari jumlah waktu tidur mereka (kelompok kurang tidur).

Selama pemantauan, semua peserta diizinkan untuk makan sebanyak-banyaknya yang mereka inginkan. Hasil penelitian memperlihatkan, peserta yang masuk dalam kategori kelompok kurang tidur - di mana setiap malamnya mereka mengalami kekurangan waktu tidur sekitar satu jam dan 20 menit - mengonsumsi rata-rata 549 kalori tambahan per hari.
Selain itu, pada kelompok yang kurang tidur juga lebih sedikit membakar kalori saat melakukan aktivitas ketimbang peserta yang cukup tidur.

Para peneliti mengindikasikan, kurang tidur dikaitkan dengan peningkatan kadar leptin dan penurunan kadar ghrelin, yang keduanya dapat memengaruhi nafsu makan. Perubahan ini lebih mungkin diakibatkan dari makan yang berlebihan ketimbang penyebab makan secara berlebihan, kata para ahli yang mempublikasikan risetnya dalam jurnal American Heart Association (AHA).

"Kurang tidur merupakan masalah yang tengah berkembang, dengan 28 persen orang dewasa sekarang melaporkan bahwa mereka mendapatkan enam jam atau lebih sedikit waktu tidur per malam," kata Dr Andrew Calvin, seorang kardiolog dan asisten profesor kedokteran dari Mayo Clinic.

Peneliti mencatat, meskipun studi ini menunjukkan kurang tidur dapat menjadi penyebab penting dari obesitas, tetapi ini hanyalah penelitian kecil dan tidak membuktikan hubungan sebab-akibat. "Diperlukan penelitian yang lebih besar di mana melibatkan orang di lingkungan rumah mereka yang akan membantu mengkonfirmasi temuan kami," kata Calvin. (Sumber : healthdaynews, Kompas)



 

Popular Posts

Cloud